bulan meredup pada pongahnya genderang istana sang pejabat yang menyuruh rakyat mematikan lampu tiap malam
Dulu waktu gubuk,
Mereka selalu tersenyum sembari berjanji melukiskan aku pada anak mereka, kenang bulan
Bulan mengedarkan pesonanya ke seluruh penjuru
Berlenggak-lenggok memamerkan tubuh setengah telanjang hasil kreasi seorang perancang ternama
Semua Bersorak!
Bulan bangga tanpa pernah mendengar bisik-bisik
(Sssst anak pejabat itu, pantas, pasti main belakang)
sudah lama sekali Bulan tidak datang bulan
sama seperti kebungkamannya; menatap kosong kearah bulan
Karena bulan mengerti
bulan tidak mencemoohnya
bulan tidak meludahinya
bulan terus berpijar
Ini bulan terakhir
Besok akan lahir manusia baru menemui dunia
Kalau saja semalam normalmu tidak datang sesaat untuk memutus nadimu
Ah, Bulan
Ingatkah kau berbinti “si pejabat tinggi negara”
Sama dengan anakmu
Bulan pahit, mati saat purnama bulan ini
Saturday, February 26, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tak SebeNing Namamu
Ning, konon begitu namamu Itu yang kudengar dari angin yang berhembus kencang Ning, sayang nasib tak begitu ramah menghampirimu Gentar sese...
-
Kita adalah Lumpur Yang muncul pelan – pelan mengganas Menghitamkan seluruh Mulai dari pinggir hingga ke jalan tol Ini bukan prosa yang dipe...
-
Kenapa perempuan harus didominasi oleh perasaan? Kenapa kejujuran kadang tidak menyenangkan? Kenapa saat ada yang menyadarkan kembali pad...
-
Siapakah kita di dunia ini? Pertanyaan ini sering kali dilontarkan ketika eksistensi kita dipertanyakan. Terkadang kita ragu dengan diri ki...
No comments:
Post a Comment