Sunday, May 25, 2014

Tips Mencapai Mimpi Kuliah di Luar Negeri

Saat ini aku sedang berkuliah di Universitas Gajah Mada, Prodi Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM. Seperti yang kemarin sempat kudiskusikan dengan beberapa teman, salah satu keuntungan kuliah di universitas yang berkelas internasional (ga pake data nih :p) adalah lebih terbukanya berbagai kesempatan untuk tahu dan mengikuti berbagai kegiatan yang juga bertaraf internasional. Bukan sesuatu yang sulit menemui tokoh nasional di UGM, dan Jogja. Para pembicara dan tokoh yang biasanya hanya bisa dilihat di televisi. Apalagi saat penempatan sebagai guru model SGI Dompet Dhuafa di Kab. Dompu, NTB. Dunia terlihat sangat tidak memihak, tidak mungkin rasanya bisa bertemu pembicara nasional disana. 
Salah satunya kemarin saat tanpa sengaja aku menghadiri "European Week" di kampusku. Setelah mengurus keperluan pembuatan LOA di DAA, aku mampir sebentar ke selasar barat FISIPOL untuk melihat stand-stand beasiswa dari negara-negara di Eropa. Karena sedang jam istirahat, tidak ada yang berjaga di stand yang ingin kudatangi. Kemudian aku menunggu hingga jam satu tiba. Tidak lama kemudian di depanku terjadi antrian yang tidak terlalu panjang jika dibandingkan dengan antrian tiket bioskop (apalagi tiket konser dan bola :p). Karena penasaran, kudatangi antrian itu dan bertanya pada salah seorang petugas: "Mbak ini ada acara apa ya?" Mbak-mbak panitia berbaju hitam menjawab: "Talk show beasiswa mbak, salah satu pembicaranya penulis buku 99 Cahaya di Langit Eropa. Menarik juga pikirku dalam hati.  Ketika si mbak panitia menawari untuk mendaftar dan menjanjikan seminar kit, akhirnya kutulis nama dan CP di lembar pendaftaran. Jadilah, sambil menunggu pembicara yang ternyata datang agak terlambat, dan stand yang tidak kunjung buka, aku berkeliling ke stand-stand lainnya. Kebanyakan stand adalah komunitas atau lembaga untuk mempersiapkan diri belajar di luar negeri. Salah satunya adalah Pusat Studi Jerman, yang gedungnya terletak tidak jauh dari FISIPOL. Kantor-kantor pusat studi bahasa UGM memang terpusat disana. Mereka menyediakan kursus bahasa dan informasi serta link alumni yang telah berkuliah di negara-negara tersebut. Ada juga stand Skandinavia. Ternyata ini adalah salah satu UKM di FISIPOL UGM yang fokusnya mempelajari tentang negara-negara Skandinavia. Ketika kutanya apa hebatnya Skandinavia, mereka yang menceritakan sistem demokrasi dan budaya yang patut dicontoh oleh Indonesia. Ke-kepo-anku tidak berhenti sampai disitu, he he. Ketika kutanya, apakah ada yang membimbing ketika mereka melakukan diskusi tentang apapun mengenai Skandinavia, mereka menyebutkan seorang dosen yang pernah berkuliah disana. Maka aku berkesimpulan bahwa mungkin ini adalah program para alumni dari Skandinavia, bisa jadi sebagai tindak lanjut atas beasiswa yang mereka dapatkan disana. Su'udzon ini akhirnya berkesimpulan bahwa mereka diberi beasiswa agar menyebarkan perihal Skandinavia ke sekelilingnya. Country branding atau apalah namanya, ha ha.
Akhirnya acara talk show dimulai juga. Ada tiga pembicara. Pertama, Pak Muhadi, Dosen HI UGM yang sudah sering bolak-balik ke Eropa. Kedua, Mas Rangga, suami dari Hanum Rais, penulis kedua buku 99 Cahaya di Langit Eropa. Ketiga, Mbak Inti dari Nuffic Neso, salah satu lembaga pemberi beasiswa ke Belanda. Lengkap sudah, pemaparan dan diskusi berlangsung seru. Langsung saja tak report ringkasannya ya, berikut adalah tips-tips untuk mencapai mimpi kuliah di luar negeri:


  1. Tetapkan dimana "PASSION" keilmuan kita. Point ini sangat ditekankan oleh Mbak Inti, pembicara ketiga. Kenapa? Penjelasannya

Friday, May 16, 2014

BOSAN

Well, aku sedang bosan, atau lebih tepatnya tidak terkendali. mengendalikan rasa bosan. untuk satu pemahaman saat ini dibutuhkan teknis: menerjemahkan, menyimpulkan per kalimat, lalu per paragraf (sampai tahap ini aku oke), lalu keseluruhan bacaan. Kemudian resum, kemudian review. Kemudian membandingkannya, benar atau salah. Untuk resume, bagian mana yang dianggap penting dan tidak penting? mana point-pointnya. Untuk review, butuh pengetahuan lain sebagai pembanding, dari mana dapatnya? Cari sendiri, kemudian lalukan proses dari awal menerjemah lagi. bukan hanya teorinya tentu saja, tapi juga metodologi, konsistensi tujuan penulisan, serta aspek-aspek lainnya. Setelah itu, belum tentu yang kau ambil sebagai pembanding ini tepat. Paradigmanya, titik tekannya, dari mana asalnya, sesuaikah?! Lalu, dari mana sebenarnya aku harus mulai...
Aku sedang bosan...
Hanya sedang bosan...

Kamar kos, 16 Mei 2014; 1:43 siang...

Tak SebeNing Namamu

Ning, konon begitu namamu Itu yang kudengar dari angin yang berhembus kencang Ning, sayang nasib tak  begitu ramah menghampirimu Gentar sese...