Saturday, February 12, 2011

PERAN MEDIA MASSA SEBAGAI EKSEKUTOR KOMUNIKASI PERGERAKAN MAHASISWA

PERAN MEDIA MASSA SEBAGAI EKSEKUTOR KOMUNIKASI
PERGERAKAN MAHASISWA

Mahasiswa adalah kaum intelektual, mahasiswa adalah agent of change, mahasiswa adalah iron stock(calon pemimpin masa depan). Demikian label-label mahasiswa yang tidak asing ditelinga kita. Ketika pengertian mahasiswa ditanyakan kepada saya saat mengikuti LKMTD FISIP beberapa waktu lalu, saya pun menjawab bahwa mahasiswa adalah seorang siswa tingkat tinggi (mengingat penggunaan kata maha), dimana kita merupakan seorang pembelajar yang mempunyai tanggung jawab moral (konsekuensi) tersendiri terhadap kehidupan social, yang “katanya” adalah kaum intelektual dan agen perubahan. karena jujur saja, saya belum pernah merasakan kedua peran ini secara pribadi. Entah karena usia kemahasiswaan saya yang baru 2 tahun, kekurangaktifan gerak saya di kampus, atau juga karena lingkungan kampus yang sama sekali tidak menggambarkan dua peran di atas.

Namun jika sedikit mengutip pernyataan Tatang Muttaqin, mantan Koordinator Presidium Senat Mahasiswa Universitas Padjadjaran dalam artikelnya yang berjudul “Atlas Pergerakan Mahasiswa Kota Bandung” yang berbunyi: “.Jika dilihat secara substantif ada hal yang mendasar dari perubahan identitas tersebut( siswa menjadi mahasiswa), karena identitas kemahasiswaan menuntut seseorang untuk memiliki jiwa kemandirian, tanggung jawab sosial dan berbagai tugas baru yang sangat berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya”.(http://www.bigs.or.id)

Jelaslah bahwa dengan status “kemahasiswaan” ini, ada spesialisasi tersendiri bagi kita selaku mahasiswa. Hal ini dapat dilihat terutama pada kejayaan masa lampau, peristiwa Reformasi ’98, dimana mahasiswa berhasil membuktikan peran sebagai agent of change, yaitu menumbangkan rezim Soeharto yang sudah berkuasa selama tiga ratus lima puluh tahun lamanya. Hal ini sangat patut diberi penghargaan. Karena jika tidak terjadi, saya pun tidak bisa bersuara sebebas ini sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang Warga Negara Indonesia.

Menyoal jargon bahwa mahasiswa hanya bisa menuntut tanpa memberikan solusi, dalam sebuah diskusi santai saya mendapati bahwa memang hal inilah yang bisa dilakukan mahasiswa, kita harus berdemo untuk menyadarkan masyarakat awam, tentang apa yang terjadi dalam pemerintahan dewasa ini, disinilah fungsi sebagai kaum intelektual bermain. Toh dalam kenyataan yang kita temui, lewat aksi dan demo besar-besaran yang dilakukan mahasiswa, Soeharto akhirnya mengikhlaskan kekuasaannya yang dipegang selama berabad-abad. Disamping kenyataan bahwa mahasiswa memang tidak mempunyai wewenwang, karena bukan pihak yang duduk dikursi pemerintahan tentunya.

Namun ada suatu fungsi yang tidak bisa kita pungkiri turut berperan besar dalam pergerakan yang dilakukan mahasiswa. Siapa yang mengkomunikasikan pergerakan-pergerakan yang dilakukan mahasiswa? Such simple answer : MEDIA, lebih khusus lagi, media massa tentunya. Fungsi yang turut menentukan besar atau tidaknya suatu pergerakan, bahkan turut menentukan eksis atau tidaknya suatu badan pergerakan.
Lalu benarkah peran media massa sedemikian besar? Jawabannya dapat dilihat dari analogi peristiwa-peristiwa berikaut ini: Indonesia tidak akan merdeka jika tidak mendapat kabar di bomnya Hiroshima-Nagasaki melalui radio. Kita tidak bisa menonton “GIE” jika dulu tulisan-tulisannya tidak dimuat di surat kabar. Gerakan fenomenal Hasan Al- Banna takkan bisa kita teladani tanpa publikasi internasional mengenai dirinya. Begitu besarnya peran media massa bagi pergerakan mahasiswa.

Menurut teori komunikasi pembangunan, peran komunikasi dalam pembangunan adalah sebagai sebagai pendorong terjadinya suatu perubahan sosial dalam masyarakat. Komunikasi diharapkan berperan dalam menyebarluaskan sejumlah inovasi dalam rangka menumbuhkan dan menggerakkan sekelompok masyarakat agar memiliki motivasi kearah kemajuan. Seperti yang kita ketahui bersama, pembangunan Indonesia sebagian besar dilatarbelakangi oleh modal asing yang mengakibatkan bertumpuknya hutang Indonesia. Merupakan tugas mahasiswalah untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya kapitalisme ini. Gerakan mahasiswa yang dilakukan melalui seminar, aksi, ataupun kongres merupakan bentuk penyadaran kepada masyarakat agar dapat hidup lebih baik.

Bagaimana cara agar niatan baik ini tersampaikan keseluruh penjuru Indonesia? Media massalah jawabannya. Ilmu komunikasi lahir ketika suatu penemuan menjadi tidak berguna jika tidak ada yang mengetahui. Begitu pula dengan sebuah perubahan, tidak akan menjadi sebuah “perubahan” jika tidak ada yang mengetahui suatu perubahan ini. Dan media massa, dapat melakukannya hanya dalam hitungan detik seiring perkembangan teknologi komunikasi dewasa ini.
Masih dalam lingkup teori komunikasi pembangunan, hal ini sangat sejalan dengan fungsi difusi inovasi komunikasi, yaitu menyebarluaskan, menyampaikan, dan membawa ide baru/inovasi, yang merupakan perubahan social, yaitu pergerakan mahasiswa dalam hal ini.

Tidak kalah penting, sebagaimana disebutkan diatas, media juga turut menentukan seberapa berpengaruhnya sebuah issue yang diangkat mahasiswa. Contoh yang sangat dekat dengan kita adalah berita mengenai demo yang dilakukan segelintir mahasiswa terhadap penganugrahan gelar Doktor kepada Sutiyoso baru-baru ini. Media mempunyai kekuatan dan kekuasaan tersendiri untuk mengeksekusi suatu issue yang sampai ke tangan mereka. Pemberitaan demo penolakan gelar Doctor kepada Sutiyoso yang dilakukan segelintir mahasiswa ini dapat menjadi pemberitaan nasional, yang memberikan “kesan” bahwa seluruh mahasiswa menolak gelar Doctor yang diberikan Undip kepada Sutiyoso. Berita ini menjadi penting di masyarakat dan pada akhirnya muncul perubahan social berupa komentar dan pemikiran mengenai kasus ini dengan background pemikiran mahasiswa, terlepas ketika nanti muncul berita tandingan yang berpihak pada Sutiyoso. Media power (demikian saya menyebutnya) merupaka kekuatan subjektif mutlak media. Baik melalui idealisme, penggunaan bahasa, maupun proporsi pemberitaan.Perubahan social tidak akan berhasil tanpa pemahaman masyarakat terhadap masalah yang dihadapi. Seringkali pemerintah memberikan solusi berdasarkan kebutuhannya sendiri, bukan berdasarkan apa yang dibutuhkan masyarakat selaku subjek yang menghadapi masalah. Perubahan social, agar efektif, haruslah bersifat imanen, dimana keinginan dan perbaikan datang dari masyarakat itu sendiri, melalui pemahaman khalayak tentang permasalahan yang dihadapi. Pemahaman inilah yang coba dilakukan mahasiswa terhadap masyarakat melalui setiap kegiatannya, yang disampaikan media massa melalui setiap pemberitaannya. Hal ini harus terus dilakukan generasi muda sebagai iron stock menuju kemandirian bangsa. Mengutip sebuah kalimat bijak: “Bukanlah tugas kita untuk menyelesaikan pekerjaan sampai sempurna, tetapi yang jelas kita sama sekali tidak berhak untuk tidak mengawalinya sekarang” (Erich Fromm)

Hidup Mahasiswa!!!
Smg, 071708


Tak SebeNing Namamu

Ning, konon begitu namamu Itu yang kudengar dari angin yang berhembus kencang Ning, sayang nasib tak  begitu ramah menghampirimu Gentar sese...