Saturday, February 12, 2011

Kembali ke Asal

Siapakah kita di dunia ini? Pertanyaan ini sering kali dilontarkan ketika eksistensi kita dipertanyakan. Terkadang kita ragu dengan diri kita sendiri. Disaat senang maupun sedih. Kadang juga terlalu banyak yang kita pertanyakan sehingga tak ada yang bisa dijawab.
Siapakah diri kita? Berbicara dari kaca mata agama, jawabnya kita adalah mahluk ciptaan Tuhan, Sang Maha Pencipta. Lalu pertanyaan selanjutnya, untuk apa Tuhan menciptakan manusia? Jika melihat fenomena sekarang, toh manusia hanya merepotkan saja, merusak bumi dan melakukan maksiat. Alangkah baiknya Tuhan, bilamana si perusak bumi ini tidak langsung dimatikan ketika mengotori bumi.
Benar sekali pendapat yang mengatakan, jika tak ada manusia maka tak ada pula yang merawat untuk kemudian merusak bumi. Maka semua pun berpusat pada sebuah titik keseimbangan. Kita butuh sakit untuk merasakan nikmatnya sehat. Kalau tidak, kita tak akan pernah kenal dengan yang namanya kalori. Begitu juga manusia yang diciptakan berpasang-pasangan untuk melahirkan generasi penjaga dan perusak bumi seterusnya. Semua mempunyai makna, arti, dan fungsi.
“Tugas manusia adalah menjadi khalifah dan mengerjakan semua perintah serta meninggalkan semua laranganNya”. Sebelum ruh kita ditiupkan ke jasad, konon kita telah mengikat kontrak dengan Allah untuk menyanggupi tugas ini. Itulah sebab kenapa kita harus berdakwah. Tugas kita sebagai Khalifah adalah mengajak manusia lain pada tugasnya untuk kembali pada kebaikan. Mengajak orang mengerjakan semua perintah dan menjauhi laranganNya. Ini kewajiban kita. Dan kita sudah menandatangani kontrak dengan Allah untuk menjalankannya. Lalu apa imbal baliknya untuk manusia?
Adalah surga yang dijanjikan Alllah kepada manusia, tentu saja yang sanggup menepati janji ini. Kehidupan yang kekal dengan segala kenikmatan didalamnya. Upah yang lebih dari pantas. Maka harapannya adalah kita tak sekedar menjalani yang baik untuk diri sendiri, tetapi juga mengajak orang lain. “Supaya tidak masuk surga sendirian”, begitu istilahnya. Jangan sampai pula di hari akhir nanti ada yang menuntut kita karena tidak diberi tahu padahal kita tahu.
Namun sungguh tidak mudah melaksanakannya, pun untuk menuju kebahagiaan abadi. Jalan ke neraka justru banyak diminati dewasa ini. Banyak yang marah ketika dibangunkan untuk shalat subuh dan merasa bangga memakai bikini. Hal-hal kecil yang ternyata berdampak besar terhadap hakikat diri kita. Karena dengan begitu kita sudah melanggar kontrak dengan Sang Pencipta dan lupa untuk apa kita ada di dunia ini. Kita lebih memilih tidak tahu tugas kita daripada menjalankannya. Apakah kita termasuk golongan orang munafik? Dilihat dari definisinya, yang termasuk golongan orang munafik adalah orang yang apabila berbicara dia berbohong, apabila berjanji dia mengingkari, apabila di beri amanah dia berkhianat. Maka masuklah kita ke dalam kategori ini. Contoh konkretnya seperti ini, kita sudah tahu dan paham bahwa pacaran tidak ada dalam islam, namun kita masih melakukannya dengan berbagai alasan, salah satunya, “saya pacaran islami kok”, nah lho?! Jelas-jelas tidak ada pacaran dalam islam, apalagi yang namanya pacaran islami. Dengan demikian kita sudah berbohong, ingkar janji, dan berkhianat dengan mengada-adakan yang tidak ada, hanya karena tidak tahan untuk tidak melakukan zinah hati atau sekedar mengikuti trend. Gambaran gaya hidup masakini. Kenapa tidak bersikap sportif saja dengan berterus terang tidak mampu manjalankan tugas ini dan menerima konsekuensinya dengan terbuka, dari pada bersikap munafik. Tapi tetap saja, akan lebih baik lagi jika kita menjalakan perintah Allah.
Lalu bagaiman dengan yang tidak tahu? Maka sudah sepantasnya kita mencari tahu, karena Allah meninggikan derajat orang yang berilmu.
Seperti yang sudah diungkapkan diatas, memilih tidak tahu agar tidak mesti menepati janji dengan Allah, adalah juga termasuk orang munafik. Neraka jahanam jaminannya. Tentu saja ini juga berlaku untuk orang-orang “yang sudah tahu”. Karena manusia tidak pernah luput dari khilaf dan salah. Meskipun hanya telat masuk kuliah. Bolehlah kita merasa jenuh karena memang sudah kodratnya begitu, bahwa keimanan seseorang bersifat fluktuatif. Jika ini terjadi, istirahatlah sejenak, mencoba sesuatu yang baru tidak menjadi masalah untuk sekedar tahu, pelajari dan ambil hikmahnya. Kemudian kembalilah ke jalan yang benar untuk memperbaiki dan meningkatkan keimanan kita. Indah bukan? Apalagi jaminannya surga.
Akan tetapi saudara-saudara, sekali lagi ini tetaplah pilihan. Saya tidak mungkin mendikte anda karena kita bukanlah balita yang belum tahu apa-apa. Silahkan memilih, “nikmat dunia dan neraka” atau “nikmat dunia dan surga”. Yang pasti, saya hanya ingin mengajak kepada kebaikan sesuai fungsi saya sebagai mahluk Tuhan di dunia ini. Kepada manusia, ayo kembali ke asal.

No comments:

Tak SebeNing Namamu

Ning, konon begitu namamu Itu yang kudengar dari angin yang berhembus kencang Ning, sayang nasib tak  begitu ramah menghampirimu Gentar sese...