Kepalaku pusing,
dosen keren memberikan tugas mulia,
merumuskan sistem media yang pas untuk Indonesia
ditengah kacaunya manusia
latah berkomentar saling membantah ini itu hingga tercerai
diombang-ambing informasi untuk kepentingan media massa,
keuntungan semata-mata.
Betapa bodohnya, dimana posisi eksistensi manusia kalau begitu.
Kepalaku pusing,
marilah kita runutkan dari awal.
Pasca orde baru media massa kami dicekal
setelah reformasi ia merdeka
merdeka dan merdeka terbang bebas
entah bagaimana merupa jala mencengkram semesta
perlawanan yang tertindas menjadi penindas
bukan fisik, tapi benak
mengaburkan identitas hingga tuntas
uang berkembang menjadi kuasa
berlomba-lomba menjadi pemilik media massa
berharap menjadi pemimpin negara.
untuk apa?
Berlomba-lomba menjual aset negara
uang yang lebih besar lagi jawabannya.
Sungguh kepalaku pusing,
kesadaran ekonomi politik media massa seperti itu belum ada di masyarakat
lagipula siapa yang mau mengajarkannya?
alih-alih menyadari dan menghindar kita malah menikmati
Hollywood, K-Pop, J-Pop kita merupa
Sungguh cara terbaik bukan dengan menghindari
melainkan berkawan dan mengerti sisi positif dan negatifnya
temani anak anda nonton televisi sambil diskusi
agar ketika keluar rumah, terpapar televisi, informasi, erotisme, artis cantik
tidak lantas menjadi "ingin" dan meniru
bentuk konsep "keren" yang kuat dibenak mereka dengan tanganmu sendiri
Tapi realita bicara kebalikkannya:
Ibu-ibu meletakkan anaknya di depan televisi supaya tidak rewel
Masyarakat pelosok ramai-ramai beli televisi sehabis panen meski makan masih ngutang
Kaum muda berlomba memakai merek idola kemudian narsis
Semua orang berkelahi dikolom komentar agar eksis
Begitu sulitkah dikehidupan sekarang untuk menjadi "terlihat"?
Berjayalah media massa mengontrol setiap sendi kehidupan kita
mengarahkan pemikiran, sikap, serta tindakan!
Semakin banyak iklan
semakin banyak yang berpihak
semakin banyak yang apatis
mana baik mana jahat tidak tahu lagi
semua fakta diputarbalikkan dengan argumen-argumen cerdas.
Jika ada lawan jangan sampai menang
sama-sama hancur itu lebih baik.
Setelah itu meluncurkan berbagai pencitraan lagi
berita korupsi hilang oleh blusukkan
bangsa ini mudah amnesia, katanya
Kepalaku makin pusing,
mana awal mana sebab
negara maju atau masyarakat cerdas
kenyataannya negara maju masyarakatnya cerdas!
Amerika dan Inggris tak pedulikan moral
undang-undang berpihak pada uang
tetapi aturan pasar ditetapkan
masyarakat cerdas membawa kontestasi media berlomba berkualitas
masyarakat menuntut keberpihakkan moral dalam UU.
Warga China dan Malaysia merasa terkekang
negara mengendalikan pers
tetapi warga dengan nyaman menyatakan keberpihakkan pada stabilitas yang dijaga.
Jepang dan Korea menolak dan membangun sendiri teknologi dan budaya
budaya dijaga, diwariskan dengan bangga, hingga kemudian mendunia.
Finlandia dan Denmark tak peduli uang,
media massa dipandang sebagai institusi sosial
mencerdaskan masyarakat fungsi utama
tidak muluk menjadi watch dog yang bangga kebablasan
subsidi negara untuk media massa
Ah, negeri ini hanya butuh bersikap!
Betapa pusingnya,
mana yang cocok diterapkan di Indonesia?
Praktek liberalnya mengalahkan negara liberal atas nama demokrasi
undang-undang mudah saja dikalahkan oleh uang.
Mau dibuat liberal sekalian,
tidak cocok dengan akar karakter bangsa
masih banyak manusia yang tidak melek huruf
apatah lagi melek media
hei, listrik saja mereka tidak punya.
Maka media massa harus bersikap sosial untuk mendidik.
Lagipula, liberal atau sosialis semua akan tetap protes
semua berbicara
lagi-lagi atas nama demokrasi
ternyata bangsa ini tidak mengerti apa maunya sendiri.
Atau hanya sekadar latah?
(Sudahlah, jangan pusing-pusing!)
Tetapi sungguh semua pilihan memuat konsekuensi
Konsekuensi yang harus disadari dan ditanggung bersama seperti negara-negara maju saja
Tinggal konsisten dengan niat baik dan bertahan
Tapi siapa?
Siapa pemimpin negeri ini yang berniat memperbaiki bangsa...
***
sampai di titik ini, tentu kita tidak boleh putus asa.
ya, kita hanya tidak boleh putus asa
meski kenyataan bicara berbeda..
karena kita tidak akan berpusing disini saja.
Kos PS_081114, 11:31 WIBnya Sleman :)
dosen keren memberikan tugas mulia,
merumuskan sistem media yang pas untuk Indonesia
ditengah kacaunya manusia
latah berkomentar saling membantah ini itu hingga tercerai
diombang-ambing informasi untuk kepentingan media massa,
keuntungan semata-mata.
Betapa bodohnya, dimana posisi eksistensi manusia kalau begitu.
Kepalaku pusing,
marilah kita runutkan dari awal.
Pasca orde baru media massa kami dicekal
setelah reformasi ia merdeka
merdeka dan merdeka terbang bebas
entah bagaimana merupa jala mencengkram semesta
perlawanan yang tertindas menjadi penindas
bukan fisik, tapi benak
mengaburkan identitas hingga tuntas
uang berkembang menjadi kuasa
berlomba-lomba menjadi pemilik media massa
berharap menjadi pemimpin negara.
untuk apa?
Berlomba-lomba menjual aset negara
uang yang lebih besar lagi jawabannya.
Sungguh kepalaku pusing,
kesadaran ekonomi politik media massa seperti itu belum ada di masyarakat
lagipula siapa yang mau mengajarkannya?
alih-alih menyadari dan menghindar kita malah menikmati
Hollywood, K-Pop, J-Pop kita merupa
Sungguh cara terbaik bukan dengan menghindari
melainkan berkawan dan mengerti sisi positif dan negatifnya
temani anak anda nonton televisi sambil diskusi
agar ketika keluar rumah, terpapar televisi, informasi, erotisme, artis cantik
tidak lantas menjadi "ingin" dan meniru
bentuk konsep "keren" yang kuat dibenak mereka dengan tanganmu sendiri
Tapi realita bicara kebalikkannya:
Ibu-ibu meletakkan anaknya di depan televisi supaya tidak rewel
Masyarakat pelosok ramai-ramai beli televisi sehabis panen meski makan masih ngutang
Kaum muda berlomba memakai merek idola kemudian narsis
Semua orang berkelahi dikolom komentar agar eksis
Begitu sulitkah dikehidupan sekarang untuk menjadi "terlihat"?
Berjayalah media massa mengontrol setiap sendi kehidupan kita
mengarahkan pemikiran, sikap, serta tindakan!
Semakin banyak iklan
semakin banyak yang berpihak
semakin banyak yang apatis
mana baik mana jahat tidak tahu lagi
semua fakta diputarbalikkan dengan argumen-argumen cerdas.
Jika ada lawan jangan sampai menang
sama-sama hancur itu lebih baik.
Setelah itu meluncurkan berbagai pencitraan lagi
berita korupsi hilang oleh blusukkan
bangsa ini mudah amnesia, katanya
Kepalaku makin pusing,
mana awal mana sebab
negara maju atau masyarakat cerdas
kenyataannya negara maju masyarakatnya cerdas!
Amerika dan Inggris tak pedulikan moral
undang-undang berpihak pada uang
tetapi aturan pasar ditetapkan
masyarakat cerdas membawa kontestasi media berlomba berkualitas
masyarakat menuntut keberpihakkan moral dalam UU.
Warga China dan Malaysia merasa terkekang
negara mengendalikan pers
tetapi warga dengan nyaman menyatakan keberpihakkan pada stabilitas yang dijaga.
Jepang dan Korea menolak dan membangun sendiri teknologi dan budaya
budaya dijaga, diwariskan dengan bangga, hingga kemudian mendunia.
Finlandia dan Denmark tak peduli uang,
media massa dipandang sebagai institusi sosial
mencerdaskan masyarakat fungsi utama
tidak muluk menjadi watch dog yang bangga kebablasan
subsidi negara untuk media massa
Ah, negeri ini hanya butuh bersikap!
Betapa pusingnya,
mana yang cocok diterapkan di Indonesia?
Praktek liberalnya mengalahkan negara liberal atas nama demokrasi
undang-undang mudah saja dikalahkan oleh uang.
Mau dibuat liberal sekalian,
tidak cocok dengan akar karakter bangsa
masih banyak manusia yang tidak melek huruf
apatah lagi melek media
hei, listrik saja mereka tidak punya.
Maka media massa harus bersikap sosial untuk mendidik.
Lagipula, liberal atau sosialis semua akan tetap protes
semua berbicara
lagi-lagi atas nama demokrasi
ternyata bangsa ini tidak mengerti apa maunya sendiri.
Atau hanya sekadar latah?
(Sudahlah, jangan pusing-pusing!)
Tetapi sungguh semua pilihan memuat konsekuensi
Konsekuensi yang harus disadari dan ditanggung bersama seperti negara-negara maju saja
Tinggal konsisten dengan niat baik dan bertahan
Tapi siapa?
Siapa pemimpin negeri ini yang berniat memperbaiki bangsa...
***
sampai di titik ini, tentu kita tidak boleh putus asa.
ya, kita hanya tidak boleh putus asa
meski kenyataan bicara berbeda..
karena kita tidak akan berpusing disini saja.
Kos PS_081114, 11:31 WIBnya Sleman :)