Perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi muncul seperti arus yang tidak bisa
dibendung. Mulai dari televisi, gadget, hingga internet. Berbagai konten menerpa
tanpa bisa dihindari, memunculkan dampak yang tidak sehat: ketergantungan,
kekerasan, pornografi, kerenggangan
hubungan manusia, dan sebagainya. Literasi media muncul sebagai
sebuah solusi. Para ilmuwan percaya bahwa semakin media literate seseorang, semakin ia terhindar dari dampak buruk
konten yang ditampilkan media massa. Beberapa Negara di Amerika dan Eropa
bahkan telah lama memasukkan
literasi media ke dalam kurikulum pendidikan, Banyak penelitian literasi media
telah dihasilkan. Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai literasi media
mulai berkembang karena dampak buruk media makin terasa. Literasi media merupakan keterampilan yang mutlak
dibutuhkan untuk dikuasai dalam menghadapi kemajuan teknologi dan informasi. Tetapi
karena literasi media ini merupakan kemampuan yang sangat mendasar dan cukup
kompleks, terjadi ketidakseragaman oleh para ilmuwan dalam mendifinisikannya. Oleh
karena itu, dalam tulisan ini, penulis akan membahas perkembangan definisi literasi media oleh para ilmuwan dan
merumuskan definisi literasi media yang tepat untuk Indonesia, berdasarkan
tantangan lokal literasi media di Indonesia dan pengalaman riset yang pernah
dilakukan. Hasilnya, definisi literasi media yang tepat untuk Indonesia adalah
kemampuan mengakses dengan
kesadaran penuh akan tujuan, mengenali
pesan, mengenali pola, memahami arti, menganalisa (baik dan buruk),
mengevaluasi (kelemahan dan kelebihan), mengelompokkan (persamaan dan
perbedaan), mendeduksi informasi, menginduksi informasi, mensintesiskan
informasi, dan mengabstraksikan informasi (positif dan negatif).
Tulisan ini merupakan salah satu tugas kuliah penulis selama berkuliah di S2 Ilmu Komunikasi dan Media UGM. Tantangan lokal literasi media yang maksud disini dirumuskan ke dalam beberapa faktor yang ditentukan berdasarkan fenomena literasi media yang banyak terjadi di Indonesia. Misalnya banyaknya tayangan bermuatan mistis yang sangat digemari masyarakat Indonesia. Selain itu, faktor perbedaan tipikal masyarakat juga turut menentukan, yaitu masyarakat agraris, industri dan informasi.
Referensi utama yang penulis gunakan adalah teori literasi media menurut Potter (Media Literacy, 2001), dimana Potter mengurai setiap kemampuan literasi media masih berorientasi terutama pada media lama dan kemampuan berpikir manusia itu sendiri. Pemilihan teori ini oleh penulis dikarenakan penulis membahas literasi media pada masyarakat agraris, di salah satu daerah 3T di Indonesia, masyarakat yang baru mengenal terknologi seperti smart phone dan internet.
Silahkan berkomentar jika ingin berdiskusi.